Jumat, 20 Januari 2012

Segitiga Emas di Jantung Peta Jakarta

Siapapun Anda akan sepakat, Jakarta menjadi pusat perputaran uang di negeri ini. Bagaimana tidak, mulai dari pusat pemerintahan, kantor pemerintahan, sampai kantor-kantor pusat bisnis di negeri ini bermukim di ibu kota.

Tahukah Anda di mana sebenarnya titik-titik pusat bisnis yang menjadi primadona dan sekaligus beban kemacetan Jakarta? Tengoklah sebuah peta Jakarta, dan Anda akan sepakat bahwa segitiga emas (Jl Jend. Sudirman, M.H Thamrin, Rasuna Said – Gatot Subroto) menjadi jawaban yang tidak bisa dibantah.

Segitiga emas tersebut bisa dikatakan menjadi barometer perekonomian nasional. Kantor-kantor besar milik perusahaan bercokol di daerah yang konon menjadi pusat bisnis di Indonesia tersebut. Sebut saja bank besar seperti Commonwealth Bank dan kantor pemerintahan lainnya menyematkan alamatnya di kawasan ini? Lalu apa sebenarnya yang menarik dari kawasan ini?

Hal yang menarik tentu saja tingkat kemacetan yang kerap terjadi di kawasan ini. Hal ini tentu saja lumrah mengingat sejumlah besar volume kendaraan lewat setiap harinya di jalan-jalan protokol ini. Berdasarkan logika sederhana, kita tentu dapat menilai bahwa salah satu yang menjadi sebab adalah volume kendaraan yang berlebihan dengan tanpa dibarengi peningkatan sarana infrastruktur seperti jalan.

Lalu peran kendaraan umum seperti bus Transjakarta belum secara maksimal menyedot para pemilik kendaraan pribadi untuk tidak mengendarai kendaraannya.

Penyempurnaan dan peningkatan infrastruktur seperti jalan atau sarana transportasi umum lainnya memang menjadi salah satu opsi yang perlu dilakukan demi menimalisasi tingkat kemacetan di kawasan itu. Tentunya Anda tidak ingin waktu Anda terbuang percuma di jalan bukan?

Usaha pemerintah DKI Jakarta membangun Mass Rapid Transportation (MRT) patut kita apresiasi. Setidaknya hal itu menunjukkan iktikad baik dari pemerintah untuk menanggulangi lautan macet di kawasan ini. Namun fakta di lapangan masih jauh panggang dari api. Hal tersebut tentunya perlu peran serta warga masyarakat untuk senantiasa mengingatkan.

Isu lainnya yang bisa dikemukakan ke permukaan adalah penghematan bahan bakar minyak (BBM) yang menipis. Sebagian mungkin bertanya apa hubungannya macet dengan pemborosan BBM. Tentu kedua hal tersebut saling berhubungan.

Dengan tingkat macet yang tinggi, kendaraan akan lebih sering berhenti sementara mesin tetap menyala. Sementara mesin menyala, tentu saja mesin memerlukan asupan energi dari bensin atau solar. Konsekuensi akhir dari hal ini adalah semakin banyaknya konsumsi bahan bakar akibat tingkat kemacetan yang tinggi.

Pemborosan tersebut dapat berakibat pada membengkaknya biaya logistik atau transportasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atau individu. Biaya logistik atau transportasi ini sangat penting untuk dibicarakan karena sifatnya yang sebenarnya bisa dihilangkan jika memang bisa dirancang dengan baik.

Dengan usaha yang maksimal serta kerjasama dari berbagai pihak, solusi masalah kemacetan di kawasan segitiga emas ini bukan lagi hanya mimpi. Andakah yang akan menjadi bagian solusi tersebut?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar